Anak-anak di Indonesia mengalami tingkat kekerasan yang tinggi akibat norma sosial yang mendukung hukuman keras, pengucilan keluarga-keluarga yang paling rentan, serta kurangnya layanan dukungan di masyarakat, pendidikan yang berkualitas mengenai pengasuhan, dan kemauan politik. Pada tahun 2011, sebuah kajian di provinsi Papua dan Papua Barat menemukan bahwa lebih dari 80% anak usia 2-14 tahun mengalami setidaknya satu jenis hukuman fisik atau psikologis dari orang tua/wali mereka atau dari anggota rumah tangga lain.
Berikut hasil dari evaluasi independen program intervensi terhadap orang tua dan wali yang berlangsung selama 10 pekan. Program ini bertujuan untuk mencegah kekerasan terhadap anak melalui sesi kelompok dan kunjungan rumah. Karena tingkat hukuman fisik dan emosional dalam sampel ini lebih rendah daripada dugaan, uji statistik untuk mengukur perubahan tingkat keseringan hukuman fisik dan emosional tidak bisa dijalankan sesuai rencana, dan sebagai gantinya kajian ini mengukur penurunan dari adanya hukuman apapun menjadi tidak ada hukuman sama sekali.
Meskipun hasil utama (primary outcome) tidak menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik dan orangtua/wali dalam program secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan disiplin positif dibandingkan dengan kelompok kontrol, orangtua/wali melaporkan beberapa dampak positif pada perilaku mereka, pada hubungan mereka dengan pasangan dan anak-anak, dan kadang-kadang pada juga perilaku anak. Studistudi selanjutnya diperlukan untuk menjelaskan bagaimana orang tua merefleksikan dan melaporkan perilaku mereka dalam menerapkan disiplin.
PENGGUNAAN HUKUMAN FISIK DAN EMOSIONAL OLEH ORANG TUA/WALI
Tidak ditemukan dampak yang signifikan dalam statistik pada akhir masa pengawasan lanjutan atau akhir. Hal ini tidak menutupi kemungkinan bahwa intervensi tersebut dapat secara efektif mengurangi hukuman fisik dan emosional dalam konteks penduduk yang berbeda, yaitu yang memiliki tingkat penggunaan hukuman fisik dan emosional yang lebih tinggi.
PERBAIKAN KOMUNIKASI DAN SIKAP PENGASUHAN MELALUI PENGASUHAN POSITIF
Para orang tua/wali menyatakan bahwa mereka lebih mampu memahami tingkah laku dan perangai anak-anak mereka, mengendalikan amarah mereka, dan mengubah reaksi mereka menggunakan kehangatan hati dan bentuk komunikasi yang positif daripada omelan atau jenis hukuman yang lebih keras seperti mencubit atau membentak.
Walaupun intervensi ini mendapatkan beberapa hasil positif, program tersebut tidak mencapai tujuan utamanya (dibandingkan dengan kelompok kontrol), karena tingkat KTA di masyarakat setempat jauh lebih rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini menggarisbawahi perlunya survei sistematis yang lebih akurat dan program pencegahan KTA yang terfokus pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko lebih tinggi.
Perihal aksesibilitas, transportasi dan penitipan anak merupakan dua bagian yang sangat penting dalam perancangan program intervensi bagi orang tua/wali. Apabila kedua hal ini tidak direncanakan dengan baik, akan ada dampak buruk terhadap kehadiran dan ketepatan waktu para peserta.
Mengikutsertakan bapak-bapak sebagai pengasuh dan mendukung partisipasi mereka dalam program pengasuhan merupakan hal penting. Namun, seringkali norma sosial mengenai gender dan stereotip tentang tanggung jawab orang tua perlu diatasi terlebih dahulu. Sebagai contoh strategi, program intervensi pengasuhan bisa menimbang memberikan kompensasi keuangan dan menjadwalkan sesi pada saat yang cocok dengan kebanyakan pengasuh pria untuk memastikan kehadiran mereka.
Dalam melatih para fasilitator, sangat penting untuk menghindari bahasa yang rumit dan teknis, dan memberikan contoh kasus dari kehidupan nyata untuk meningkatkan penyerapan dan penerapan dari materi pembelajaran.
Dalam menjadwalkan kunjungan rumah, sangat penting untuk memperhatikan waktu dan ketersediaan orang tua/wali. Para peserta program melaporkan pembelajaran dan tingkat keterlibatan yang lebih baik saat sesi kelompok, dibandingkan dengan kunjungan rumah.
Families First Home Visiting Programme dari Save the Children (Yayasan Sayangi Tunas Cilik) adalah program intervensi selama 10 pekan dengan tujuan untuk mencegah kekerasan terhadap anak, mengalihkan orang tua/wali dari hukuman fisik dan emosional ke solusi-solusi yang menghargai hak-hak anak, dan mendukung tumbuh kembang anak secara sehat melalui sesi-sesi pengajaran dalam kelompok dan kunjungan rumah. Program ini mencakup pemberian informasi dan dukungan mengenai pengasuhan positif dan tumbuh kembang anak, dan rujukan ke layanan masyarakat setempat.
- Sesi pengajaran dalam kelompok: keluarga berdiskusi tentang isu-isu kunci dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak, termasuk praktik pengasuhan, kekerasan terhadap anak, risiko-risiko dalam kehidupan di panti asuhan, dan keterangan mengenai cara mendapatkan layanan perlindungan sosial dari pemerintah, dan layanan-layanan lainnya.
- Kunjungan rumah: memberikan dukungan kepada setiap keluarga yang disesuaikan dengan isu-isu spesifik yang mereka alami. Dibahas pendekatan pengasuhan positif, seperti: tumbuh kembang anak; strategi pendisiplinan positif; perencanaan pendaftaran sekolah dasar; dan pemahaman serta pendampingan dalam mengakses bantuan pemerintah yang sesuai kebutuhan.
Prof. Mónica Ruiz-Casares, PhD
Departemen Psikiatri dan Centre for Research on Children and Families,
McGill University
mcgill.ca/crcf
monica.ruizcasares@mcgill.ca
Rebecca Smith, MPH, MSW
Head of Child Protection Programmes,
Save the Children International
savethechildren.net
rebecca.smith@savethechildren.org